Koperasi Merah Putih: Berantas Rentenir, Dongkrak Ekonomi Desa

Admin

28/05/2025

5
Min Read

On This Post

Pemerintah sedang mempercepat pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Inisiatif pembentukan Kopedeskel ini dipandang mampu menanggulangi berbagai permasalahan yang selama ini menghantui desa, seperti margin keuntungan yang minim bagi petani dan nelayan, sulitnya mencari lapangan kerja bagi generasi muda, terbatasnya akses kesehatan berkualitas, hingga jeratan pinjaman online (pinjol) ilegal yang meresahkan di pedesaan.

Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa kontribusi perekonomian desa saat ini hanya mencapai 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Menurut beliau, angka ini sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan potensi besar yang dimiliki desa. Dengan kehadiran Kopdeskel Merah Putih di setiap desa, Budi Arie optimis bahwa berbagai persoalan desa dapat teratasi, sehingga secara signifikan mampu mendongkrak perekonomian desa.

"Dimulai dari desa sebagai sumber bahan baku atau bahan pokok, kemudian distribusinya dikonsolidasikan melalui koperasi ini, maka akan tercipta sebuah usaha yang berkelanjutan dan mampu menghidupkan roda perekonomian desa," ujar Budi Arie dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Senin (26/5/2025).

Budi Arie menguraikan beberapa isu krusial atau permasalahan mendasar yang dihadapi desa. Pertama, para produsen di desa, termasuk petani, nelayan, dan UMKM, seringkali hanya menerima harga jual yang sangat minim karena adanya peran tengkulak dan rantai distribusi yang panjang. Dengan adanya program Kopdeskel Merah Putih, Budi Arie meyakini bahwa praktik tengkulak dapat diberantas dan rantai pasok dapat dipangkas, sehingga memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani, nelayan, hingga UMKM.

Kedua, kurangnya ketersediaan lapangan kerja di desa. Budi Arie menyoroti bahwa generasi muda di desa mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan, yang mendorong mereka untuk merantau ke kota-kota besar bahkan menjadi pekerja migran. Beliau menyatakan bahwa program Kopdeskel Merah Putih akan membuka hingga 2 juta lapangan kerja baru di wilayah pedesaan.

Ketiga, harga bahan pokok yang seringkali tidak stabil karena adanya ketergantungan pada pemasok dari luar desa. Menurut Budi Arie, masalah ini dapat diatasi dengan menstabilkan harga dan memperkuat sistem distribusi lokal yang lebih efisien. Keempat, akses terhadap layanan kesehatan yang kurang layak dan terjangkau. Oleh karena itu, salah satu unit usaha wajib di Koperasi Merah Putih adalah keberadaan Apotek Desa serta Klinik Desa.

"Yang tak kalah penting, banyak masyarakat yang terjerat oleh praktik rentenir dan pinjol ilegal, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok maupun sebagai modal usaha. (Koperasi Desa Merah Putih) akan menawarkan pinjaman melalui mekanisme simpan pinjam yang lebih mudah dan dengan tingkat bunga yang lebih terjangkau bagi seluruh warga desa," tambah Budi Arie.

Simak Video 'Jawaban Zulhas Soal Gaji Pegawai Kopdes Merah Putih':

Koperasi Merah Putih berpotensi meraih keuntungan hingga Rp 1 miliar. Simak ulasan selengkapnya di halaman berikutnya.

Sumber Keuntungan Koperasi Merah Putih yang Bisa Mencapai Rp 1 M

Pada kesempatan yang sama, Budi Arie memaparkan sumber-sumber potensi keuntungan dari Kopdeskel Merah Putih yang diperkirakan dapat meraup hingga Rp 1 miliar per koperasi. Beliau mengakui bahwa pihaknya menerima banyak pertanyaan terkait sumber keuntungan program ini. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, nilai tambah yang diperoleh dari pemangkasan peran tengkulak dan rentenir di desa mencapai Rp 300 triliun.

"Jadi, berdasarkan data, termasuk dari Kementerian Pertanian, nilai tambah yang dinikmati oleh para perantara, rentenir, dan tengkulak ini mencapai Rp 300 triliun yang diambil dari desa. Contohnya, selisih harga wortel yang dibeli Rp 500 di desa, kemudian dijual di kota seharga Rp 5.000. Nilai yang dinikmati oleh para perantara ini terlalu besar. Jadi, ketika saya mengatakan potensi keuntungan Rp 1 miliar per desa, perhitungannya adalah seperti ini. Jika dari Rp 300 triliun itu kita pangkas hanya 30% saja, maka akan diperoleh Rp 90 triliun dari efisiensi jalur distribusi yang berhasil kita ciptakan," jelas Budi Arie.

Selanjutnya, nilai tambah juga berasal dari pengelolaan pupuk bersubsidi. Menurut Budi Arie, terdapat disparitas harga yang signifikan antara harga pupuk bersubsidi dari pabrik hingga sampai ke tangan petani. Harga pupuk subsidi dari pabrik hanya Rp 2.300 per kg. Sementara itu, harga di pasaran mencapai Rp 4.800 per kg.

"Yang kedua, Prof, subsidi pupuk itu mencapai Rp 43 triliun, Prof. Harga pupuk dari pabrik itu Rp 2.300, ditambah ongkos angkut sekitar Rp 300-400, tergantung jarak, sehingga menjadi sekitar Rp 2.700 atau Rp 2.600. Namun, saat ini di pasar, harga pupuk bersubsidi itu Rp 4.800, selisihnya terlalu besar, dan ini sangat merugikan masyarakat, khususnya para petani pupuk bersubsidi," terang Budi Arie.

Selain itu, nilai tambah juga dapat diperoleh dari pengelolaan LPG 3 kg. Menurut Budi Arie, banyak masyarakat yang belum mendapatkan harga LPG 3 kg yang sesuai dengan harga subsidi yang ditetapkan pemerintah.

"Belum lagi subsidi LPG yang nilainya juga hampir Rp 100 triliun, di mana ternyata petani atau masyarakat membeli dengan harga yang lebih mahal, bukan harga subsidi. Jadi, selama ini, ini adalah ide dari Kopdes Merah Putih, ide dari presiden untuk memastikan bahwa barang-barang yang disubsidi oleh negara ini efektif, efisien, dan tepat sasaran sampai ke masyarakat," jelasnya.

Terkait anggapan bahwa bisnis koperasi dapat menimbulkan praktik monopoli, Budi Arie menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, hanya dua lembaga yang diperbolehkan untuk melakukan monopoli, yaitu BUMN dan Koperasi.

"Koperasi diperbolehkan, begitu juga BUMN. Minggu lalu saya bertemu dengan KPPU, karena koperasi adalah lembaga ekonomi yang sesuai dengan ideologi negara, maka dia diperbolehkan untuk melakukan monopoli. Kenapa diperbolehkan monopoli? Karena koperasi dimiliki oleh banyak orang, bukan hanya oleh 1-2 orang. Sampai saat ini, UU kita masih memperbolehkan koperasi melakukan monopoli, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 50," imbuh Budi Arie.

Simak Video 'Jawaban Zulhas Soal Gaji Pegawai Kopdes Merah Putih':